Sudah khitbah, mau nikah, terbentur ridha orangtua

 Ditengah kegalauan karena sesuatu hal yang membuat hati sakit karena orang yang disayangi sudah dijodohkan oleh orang tuanya. untuk mencari percerahan Q senang bisa melihat postingan ini.

 

Sudah khitbah, mau nikah, terbentur ridha orangtua

Senang sekali rasanya saya menemukan buku Ustadz [Istikharah Cinta] di tengah2 kegalauan saya saat ini. Saya adalah wanita berumur 24 thn. Akhir Desember 2008 kemarin seharusnya saya dijadwalkan aqad nikah dengan pria yang sudah meminang saya 1 tahun yang lalu. Namun tiba-tiba pada awal Desember 2008, rencana aqad tersebut dibatalkan oleh pihak keluarga laki-laki, dengan alasan jauh. (Pria tersebut dari A, dan saya asli B). Tunangan saya pun juga tiba-tiba berhenti berjuang. Tidak berargumen apa-apa atas pembatalan tersebut. Setelah saya telusur kenapa dia tidak berusaha meluruskan tujuan pernikahan, dia berkata bahwa dia sudah terpentok dengan kata-kata ibunya: “Mama tidak ridho dunia ahirat jika kamu menikah dengan xxxxxx.”
Sungguh pernyataan tersebut membuat keluarga saya terkaget-kaget. Karena pada awalnya semua lurus-lurus saja. Saat ini, jujur saja saya masih berharap keadaan pulih kembali, dan pernikahan dapat dijadwalkan kembali. Namun tunangan saya ketakutan. Dia sudah lepas tangan. Jika saya ingin tetap menikah dengan dia, maka saya harus meluluhkan hati ibunya dulu.
Sedangkan sampai saat ini, saya masih terus berusaha komunikasi lewat telepon dengan ibunya. Walaupun kadang-kadang dijawab dengan tidak enak. Saya bingung, sebenarnya apa yang menjadi masalah. Dikatakan sang ibu bahwa biar anaknya nikah dengan wanita sedaerah saja. Apalagi ibu sudah pernah bermimpi bahwa jika saya menikah dengan anak laki-lakinya, kelak akan cerai.
Ustadz, mohon nasehatnya akan hal ini. Saya masih mencintai bekas tunangan saya. Namun saya juga takut mendikte Allah jika saya terus berdoa agar dijodohkan dengan dia. Saya berusaha untuk legowo, namun bayangan pernikahan yang sudah kami rencanakan selama 1 tahun masih sangat membekas. Di satu sisi, saya juga kasihan melihat orang tua saya. Orang tua saya masih beranggapan bahwa tunangan saya masih punya janji untuk menikahi saya, sesuai lamarannya 1 tahun yang lalu.
1) Mohon dijelaskan: Apakah jika tunangan saya ngeyel tetap menikahi saya (sesuai janjinya waktu melamar saya kepada bapak saya), berarti dia anak durhaka? Saat ini dia pun dalam kondisi bingung, siapa yang harus dia pilih.
2) Pembatalan aqad tersebut dilakukan lewat telepon, dan hanya disampaikan kepada saya agar saya meneruskan kepada orang tua. Hal inilah yang membuat orang tua saya meradang, dan menganggap bekas tunangan saya tersebut masih punya janji kepada kami. Apakah hal ini betul begitu, ustadz?
3) Adakah dzikir yang bisa membuat dia dan keluarganya kembali mencintai saya, dan akhirnya pernikahan kami bisa barakah? Terkadang saya takut jika saya terkesan terlalu memaksakan diri dan mendikte Allah, sehingga tidak barokah.
4). Bagaimanakah niat istikharah saya yang paling sesuai? Apakah sesuai kasus 3 di buku istikharah cinta, ustadz, yaitu diantara 2 cinta?
5). Apakah jika saya tetap berjuang agar dia menikahi saya, artinya saya egois? Karena saya tidak memperhatikan perasaan orang tua saya?
Tanggapan M Shodiq Mustika:
Saat membaca kata-katamu, dadaku bergetar. Aku merasa terharu. Aku memaklumi dan dapat turut merasakan kegalauanmu. Memang, ketika kita sudah yakin “100%” bahwa si dialah jodoh kita yang dengannya kita akan berumahtangga, akan sangat mengagetkan bila tiba-tiba perjodohan ini terputus oleh suatu sebab yang tampaknya bukan dari kesalahan kita.
Namun, walaupun masalah yang kau hadapi ini tergolong relatif berat, kulihat dari kata-katamu bahwa kau mampu bersikap tenang. Diantara semua orang yang pernah berkonsultasi denganku secara tertulis, kulihat kaulah yang paling tenang. Ketenanganmu ini akan menjadi modal berharga dalam menempuh solusi terbaik.
Ketenanganmu itu pun meringkankan tanganku untuk menyampaikan jawaban-jawaban sebagai berikut.
1). Jika tunanganmu menikah denganmu tanpa restu ibunya, maka dia belum tentu tergolong anak durhaka. Durhaka tidaknya itu bergantung pada alasan ibunya mengapa dia tidak meridhoi kamu untuk menjadi menantunya. Seandainya beliau menemukan suatu keburukan pada dirimu, sehingga beliau menganggap bahwa dirimu kurang shalihah untuk menjadi istri bagi anaknya yang shalih, maka sebaiknya dia mengikuti kemauan ibunya ini. Namun kalau alasannya hanya masalah jarak, maka menurutku, alasan ini belum cukup kuat untuk memutuskan tali pertunangan.
Islam mewajibkan kita untuk memenuhi janji kepada orang lain. Islam juga mengajarkan bahwa ketaatan mutlak kita hanyalah kepada Allah. Ketaatan kepada orangtua haruslah berada di bawah ketaatan kepada-Nya. Jadi, apabila tunanganmu menikah denganmu dalam rangka memenuhi kewajiban yang telah dituntunkan oleh Allah, yakni memenuhi janji kepada dirimu dan keluargamu, apalagi bila janji tersebut dulunya sudah disetujui oleh ibunya, maka pernikahannya denganmu bukanlah berarti mendurhakai ibunya. (Lain halnya bila kewajiban itu berupa wajib kifayah, seperti berjihad, maka ketaatan kepada orangtualah yang harus lebih diutamakan daripada memenuhi kewajiban kifayah tersebut.)
2). Apabila pertunangan kalian dibatalkan, hendaknya pembatalan itu dilakukan dengan cara yang setara. Kalau dulu pertunangan itu dilakukan secara tatap muka, sebaiknya pembatalan itu pun dilakukan melalui tatapmuka pula. Jika pihak yang hendak membatalkan itu khawatir akan terjadi pertikaian, pihak ketiga (yang cukup berwibawa bagi kedua pihak) bisa dilibatkan untuk menjadi penengah.
3). Ya, ada dzikir yang bisa membuat dia dan keluarganya kembali mencintaimu. Ada pula dzikir untuk menjadikan pernikahan kalian bisa barakah. Aku telah menyusunnya di buku Doa & Zikir Cinta (Qultum Media, 2008)
4). Ada kemiripan antara kasusmu dan Kasus 3 di buku Istikharah Cinta, tetapi ada pula perbedaannya. Dalam kasus 3 itu, alasan sang ibunda adalah melihat adanya kelemahan fisik pada calon menantunya, sehingga menganggapnya kurang sekufu untuk menjadi istri bagi putranya.
Menurutku, tujuan istikharahmu yang paling sesuai adalah yang paling memenuhi harapan semua pihak yang berkepentingan, yaitu dirimu, dirinya, keluargamu, dan keluarganya. Renungkanlah apa yang pada dasarnya diharapkan oleh semua pihak ini. Apakah yang diharapkan adalah kebahagiaanmu saja? Kebahagiaan kamu dan dirinya saja? Ataukah kebahagiaan semua pihak? Kebahagiaan sesaat ataukah kebahagiaan selama-lamanya?
5). Aku kurang tertarik untuk menilai apakah perjuanganmu untuk menikah dengannya itu tergolong egois ataukah tidak. Selaras dengan jawabanku barusan (mengenai tujuan istikharah), aku lebih suka memintamu untuk berjuang meminimalkan kekecewaan semua pihak. Apakah sarananya berupa menikah dengannya, ataukah mengikhlaskan dia menikah dengan orang lain yang direstui orangtua, berserah dirilah kepada Sang Mahakuasa melalui istikharah. Biarlah Dia memudahkan jalan ke arah mana pun yang meminimalkan kekecewaan semua pihak.
Demikianlah jawabanku. Akhirul kalam, aku pun turut berdoa semoga Allah memudahkan jalan ke arah mana pun yang meminimalkan kekecewaan semua pihak yang berkepentingan dalam kasus ini. Aamiin.

Sumber : http://pacaranislami.wordpress.com/2009/01/05/sudah-khitbah-mau-nikah-terbentur-ridha-orangtua/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Menambahkan Club sendiri di PES 2013

Resensi Film Alexandria

Cara Edit Player dan Team di PES 2012